TATA DUNIA BARU DALAM GLOBALISASI

TATA DUNIA BARU DALAM GLOBALISASI

Dalam arti yang luas, globalisasi sesungguhnya sudah berlangsung cukup lama, karena jika dilihat dari konteks historis, hubungan antar bangsa sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu melalui hubungan dagang antar bangsa, penyebaran agama-agama, dan tranformasi ilmu pengetahuan melalui hubungan guru dan murid dari berbagai bangsa.Globalisasi dalam arti luas sesungguhnya sudah dimulai jauh sebelum istilah globalisasi itu sendiri ditemukan.

Pada milenium ketiga ini globalisasi dimaknai sebagai sebuah proses terintegrasinya bangsa didunia (trans-nasional).Interaksi sosial antar bangsa yang difasilitasi oleh berbagai media informasi yang canggih menggerakkan perubahan sosial diantara bangsa-bangsa didunia dalam berbagai level (local, nasional, dan internasional) menjadi sangat dinamis.Dengan difasilitasi oleh media informasi dan teknologi tranportasi yang semakin canggih, perubahan sosial akan berlangsung terus-menerus di hampir seluruh permukaan bumi.Pertukaran budaya akan terjadi semakin intensif melalui media informasi/komunikasi dan pergerakan manusia/barang.Berbagai macam fenomena yang terjadi diberbagai belahan bumi akan secara cepat ditayangkan oleh berbagai media informasi keseluruh penjuru bumi. Hal ini akan secara simultan menggerakkan perubahan sosial diberbagai Negara didunia, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, teknolgi, ilmu pengetahuan, dsb.

Demikianlah jaring globalisasi telah melingkupi hampir seluruh permukaan bumi dan telah didorong secara ekstensif oleh revolusi informasi. Dalam banyak hal globalisasi sesungguhnya memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Dalam sisi positifnya, globalisasi memberikan peluang besar bagi semua bangsa untuk berekpresi dan beraprisiasi dalam ruang global terhadap berbagai fenomena yang terjadi diberbagai belahan dunia, baik bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi,dan berbagai informasi lain. Namun disisi lain wajah globalisasi tidak sepenuhnya ramah bagi kemanusiaan, karena ada banyak hal negatif yang di timbulkannya, seperti ketidaksiapan Negara-negara dunia untuk bekerja sama sebagai komunitas yang hidup di bumi yang satu dalam mengatasi ketidak adilan global, kemiskinan, kerusakan lingkungan, perdamaian dunia,dll.

Demikianlah wajah paradoksal globalisasi, sehingga respon atas globalisasi pun sangat beragam. Di satu sisi, globalisasi disambut sebagian besar Negara-negara di dunia sebagai jalan keluar baru perbaikan nasib umat manusia. Sementara di sisi lain kelompok kritis di tengah masyarakat menolak sama sekali globalisasi karena dipandang sebagai bentuk baru penjajahan (kolonialisme) melalui cara-cara baru yang bersifat trans-nasional dibidang ekonomi, politik, dan budaya. Di samping itu sebagian yang lain tetap menerima globalisasi sebagai sebuah keniscayaan sejarah umat manusia akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, walaupun mereka tetap kritis terhadap dampak destruktif globalisasi bagi masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi yang di dorong globalisasi Negara-negara dunia tentu saja dibarengi juga keterbukaan yang memang menjadi tuntutan masyarakat internasional, keterbukaan inilah yang mendorong transformasi dan perubahan sosial di banyak Negara. Di samping itu, globalisasi ekonomi juga mendorong iklim pemerintahan yang efesien di berbagai Negara. Integrasi ekonomi global meniscayakan sebuah sistem yang efektif dan efesien. Sehingga Negara-negara yang terintegrasi kedalam sistem ekonomi global terdorong untuk mengikuti trend yang di tuntut oleh ekonomi global, efektifitas, efesiensi, anti-korupsi, transparansi, dll. Tumbuhnnya kelas menengah iklim demokrasi pada akhirnya mendorong Negara di dunia untuk mengembangkan kesadaran warganya melalui pendidikan politik yang sehat, agar mereka menjadi pelaku yang mampu mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan tuntutan global. Negara dituntut utuk terus-menerus mengembangkan kesadaran warganya menuju demokrasi, karena demokrasi menjadi tuntutan masyarakat global dunia. Dengan demikian di akui atau tidak merebaknya iklim demokrasi di banyak Negara merupakan salah satu berkah globalisasi, walaupun globalisasi sendiri mengandung dilema dalam demokrasi.

Namun demikian, di samping membawa berkah bagi Negara-negara di dunia dalam pertumbuhan ekonomi, globalisasi ekonomi juga memiliki sebuah sisi paradoks yang lain, yaitu memberi dampak negatif bagi siapapun yang terlibat ataupun tidak terlibat secara langsung dalam integrasi global. Dengan merebaknya gejala trans-nasionalisme dalam bidang ekonomi, maka sistem ekonomi nasional suatu Negara tidak bisa lagi otonom dalam menjalankan roda perekonomian di dalam negeri, karena masuknya kekuatan ekonomi trans-nasional akan segera memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Sebagai contoh ialah bidang perdagangan. Perdagangan nasional yang selama ini berlaku secara diam-diam di gantikan oleh sistem ekonomi dan perdagangan global yang bersifat trans-nasional.

Bagi Negara-negara yang tidak mempunyai infrastruktur ekonomi nasional yang kuat, masuknya kekuatan ekonomi global melalui investasi dan hutang luar negeri yang akan menimbulkan ketergantungan Negara tersebut pada kekuatan ekonomi global. Sebagian Negara tersebut akan melakukan banyak upaya agar investasi asing bisa masuk ke Negara mereka, mulai dari jaminan keamanan, potensi sumber daya alam yang bisa dikelola, dan berbagai kemudahan lainnya. Berbagai kemudahan itu kadang kala tanpa disertai syarat apapun yang berguna bagi penguatan ketahanan ekonomi nasional sebagai mitra (partner) local. Hal inilah yang bisa menumbuhkan gejala Negara menjadi semacam market apparatus (aparat pasar) dari kekuatan-kekuatan ekonomi trans-nasional.

Di samping itu, beberapa kalangan kritis juga memandang bahwa dalam globalisasi terdapat ketidak adilan, sehingga mereka beranggapan bahwa globalisasi tidak lain merupakan bungkus baru dari imperialisme Negara kaya dan kuat atas Negara miskin dan lemah. Di lihat dari perspektif historis, ketidak adilan global sudah berlangsung cukup lama. Dalam pandangan kritis, berakhirnya kolonialisme sebagai fase pertama dalam dominasi dunia pada pertengahan abad ke-20 menyeret Negara yang baru merdeka kedalam fase dominasi kedua, yaitu fase developmentalism (pembangunan). Bagi kalangan kritis pembangunan tidak lebih dari sekedar bentuk neo-kolonialisme, karena kontrol atas Negara-negara baru itu tetap dipertahankan dalam bentuk teori, ideology, dan proses perubahan sosial mereka di negerinya sendiri. Teori perubahan sosial yang dipakai sebagai paradigma pembangunan di Negara-negara dunia ketiga tidak lain di produksi dari Negara barat yang dulu menjajah mereka. Bahkan, modal untuk pembangunan Negara-negara baru itupun di sediakan dari hutang luar negeri, investasi asing, dan bantuan luar negeri. Hal ini tak lain adalah bentuk dominasi.

Demikianlah globalisasi ekonomi mengandung dua sisi yang paradoksal artinya di satu sisi membawa berkah bagi Negara-negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, tetapi juga membawa potensi yang bisa menyababkan malapetaka bagi mereka yang terlibat ataupun tidak terlibat didalamnya. Oleh karena itu, globalisasi ekonomi sesungguhnya mengandung kontroversi dari banyak segi dan memicu polemic dari berbagai kalangan, baik yang setuju ataupun tidak setuju terhadap globalisasi ekonomi. Akan tetapi, ada sesuatu yang niscaya dalam globalisasi, yaitu terbangunnya sebuah kesadaran bersama bahwa seluruh manusia dari berbagai bangsa ini hidup dalam satu bumi. Dengan demikian kemiskinan dari berbagai Negara dunia seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini meniscayakan kerja sama yang lebih luas lagi di antara berbagai Negara (kaya maupun miskin) untuk menanggulangi kemiskinan tersebut, karena kemiskinan sangat potensial untuk mendorong kecemburuan social yang meluas di seluruh dunia, dan pada akhirnya juga mengakibatkan malapetaka konflik yang berkepanjangan diantara bangsa-bangsa dan akan mengancam perdamaian dunia.

DILEMA POLITIK GLOBAL

Hal yang mengikuti globalisasi ekonomi adalah globalisasi politik. Secara sekilas dalam globalisasi, otoritas politik memang tetap berada dibawah kendali pemerintah Negara-negara nasional, sehingga masyarakat global seakan-akan tampak sebagai komunitas yang apolitis, karena diferensiasi fungsional masyarakat global lebih terkait dengan jalinan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan hukum.Salah satu dilemma yang paling utama dalam politik global ialah dilema kedaulatan nasional.Dalam era globalisasi,ada semacam ketentuan bahwa Negara manapun yang ingin terintegrasi dalam ekonomi global untuk memperoleh kesejahteraan social bagi rakyatnya,maka Negara itu harus terbuka pada ekonomi,politik,kultur,dan masyarakat global.Negara-negara nasional tidak lagi bersaing berdasarkan kebanggaan mereka akan ideology nasional,melainkan berdasarkan kemampuan dan ketrampilan mereka bermain sesuai dengan tuntutan global,baik dalam bidang ekonomi maupun politik.Dengan demikian Negara-negara nasional harus berusaha mereformulasi konsep identitas nasional mereka di tengah globalisasi.Hal inilah yang dinamakan sebagai dilema kedaulatan nasional,karena kedaulatan nasional itu berada di dalam dilema,yaitu mempertahankan kedaulatan nasional dengan konsep lama atau meresikokan kedaulatan nasional itu kedalam koperasi trans-nasional untuk mendapatkan manfaat besar dari globalisasi tersebut.

Sisi positif lain dari globalisasi di bidang politik ialah tumbuhnya kesadaran bangsa sebagai warga dunia yang memiliki tanggung jawab bersama bagi kelangsungan hidup di bumi.berbagai tragedi yang terjadi dalam sejarah manusia modern,seperti perang dan konflik berkepanjangan,akhirnya membangun kesadaran masyarakat dunia tentang cita-cita perdamaian dan perseudaraan global. Perdamaian dan kesejahteraan bersama masyarakat global menjadi tangung jawab barsama diantara Negara nasional, sehingga hal ini meniscayakan kerjasama yang saling menguntungkan antar Negara nasional.Dengan demikian globalisasi politik menentang Negara-negara nasional untuk memahami dirinya sendiri dengan paradikma baru, sehingga mereka bisa bermain dalam masyarakat global untuk memberikan kesejahteraan yang memadai bagi rakyatnya.Namun demikian, dalam politik global, demokrasi juga mengalami dilema.Tidak disangsikan,memang, politik global turut mendorong konsolidasi demokrasi di banyak Negara.Namun, perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi dalam globalisasi tampaknya juga membahayakan demokrasi itu sendiri. Disinilah globalisasi mengancam kehidupan demokrasi itu sendiri, sehingga yang terjadi adalah fenomena otoritarianisme di tingkat global.

Demokrasi adalah system yang telah terbukti bisa mencegah otoritarianisme.Jika demokrasi memudar,otoritarianisme akan dengan mudah menggejala bahkan meramalkan bahwa abad ke-21 akan menjadi abad yang diwarnai dengan otorianisme ditingkat global.

Arus informasi dan komunikasi dunia yang sangat canggih saat ini menjembatani bangsa-bangsa didunia menjadi global village.Dalam abad global, manusia terikat satu sama lain,melebihi batas ke-lokalannya.Walaupun fenomena seperti ini sudah mulai berlangsung sejak dulu,dengan revolusi informasi seperti sekarang ini hal tersebut terjadi dengan intensitas yang sangat tinggi.Sebuah kejadian disebuah sudut bumi akan segera menjadi kejadian global ketika hal itu di-cover oleh media massa. Pada abad global,dimana manusia terjaring secara global,ide dan kultur untuk membentuk gaya hidup yang datang dari berbagai belahan dunia yang lain akan diterima, karena hal itu disuguhkan oleh media massa.Oleh karena itu, imajinasi dan fantasi yang melampaui batas lokal bisa menjadi praksis sosial,yaitu menjadi sesuatu yang mungkin dalam hidup soial manusia. Masyarakat di sebuah belahan bumi bisa meniru gagasan dan kultur dari masyarakat yang hidup di belahan bumi yang lain melalui jembatan media masa. Imajinasi mereka tentang dunia yang lain diluar batas kelokalannya bisa dilakukan dalam praksis sosial.

Dalam kondisi seperti itu,secara sekilas,tampaknya akan terjadi homogenisasi budaya,dan homogenisasi budaya itu tampaknya dimenangkan oleh hegemoni budaya barat (westernisasi), karena merekalah yang didukung oleh media masa yang kuat.Akan tetapi,asumsi penyeragaman oleh budaya barat tidak sepenuhnya benar.Dunia memang terintegrasi dalam satu system melalui media komunikasi,tetapi tidak terjadi totalitas integrasi antar budaya,sebab masing-masing bangsa memaknai dan mengapresiasi budaya global dengan menggunakan basis cultural masing-masing, sehingga yang terjadi adalah reproduksi budaya global dengan citarasa lokal. Dengan demikian yang lahir dari globalisasi budaya justru merupakan fenomena multikulturalisme.

Disamping persoalan gaya hidup, globalisasi budaya ternyata juga membawa persoalan baru yang terkait dengan persoalan identitas budaya. Fenomena perubahan sosial akibat globalisasi terjadi susul-menyusul, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dan ketidak terdugaan. Fenomena seperti ini menyebabkan sebagaian orang mendambakan sesuatu yang pasti sebagai pegangan hidup, sehingga dalam globalisasi juga muncul kelompok masyarakat yang merindukan lagi ruang yang lebih sempit seperti di masa lalu.Mereka merindulkan identitas budaya aslinya yang terenggut oleh globalisasi.Dan kerinduan itu seringkali menemukan tempatnya pada identitas budaya dalam bentuknya yang asli seperti di masa lalu (yang terbatasi secara lokal teritorial) dan identitas agama (dalam bentuk yang fundamentalisme agama).

Dalam intensitas interaksi yang semakin ekstensif, perdamaian dunia menjadi harapan seluruh umat manusai agar bisa hidup tentram dan sejahtera. Harapan akan terwujudnya perdamaian dunia yang abadi tersebut bukannya tanpa sebab, karena harapan itu sesungguhnya merupakan refleksi sejarah manusia modern yang diwarnai pengalaman pahit akan perang. Memahami fenomena yang terjadi dalam seratus tahun terakhir di abad ke-20 sebagai the age of extreme yaitu sebuah masa yang di guncangkan oleh dua kali perang dunia, disusul dua gelombang pembangkangan dan revolusi yang berpengaruh besar terhadap system dan ideologi dunia

Salah satu ancaman yang cukup potensial mengancam perdamaian dunia adalah senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya.Sejarah perang dimuka bumi bahkan sudah membuktikan pengalaman yang getir dan memilukan dengan senjata pemusnah itu. Disamping itu persoalan lain yang cukup mengkhawatirkan untuk menyababkan konflik global ialah ledakan penduduk dan krisis sumber daya alam. Walaupun di beberapa Negara ledakan penduduk sudah bisa di kendalikan, namun hal ini masih tetap menyisakan kekhawatiran besar di dunia.

Persoalan lain yang juga sudah menggejala cukup lama ialah kerusakan lingkungan. Dan hal ini akan segera menjadi ancaman yang nyata bagi keselamatan penduduk bumi. Secara ekologis, penduduk bumi sejak awal sesungguhnya terintegrasi secara global dan alami, sehingga kerusakan lingkungan di suatu tempat bisa berpengaruh ditempat lain.Gejala lain yang cukup mengkhawatirkan untuk memicu keresahan global ialah berbagai fenomena kejahatan trans-nasional. Modus operasi kejahatan yang dilakukan juga semakin canggih sehingga semakin sulit di deteksi, karena kejahatan itu menggunakan jaringan internasional. Lemahnya system keamanan di banyak Negara, terutama Negara-negara miskin menyababkan kejahatan trans-nasional mudah menyebar secara leluasa di Negara yang tidak memiliki system keamanan yang cukup ketat.

Salah satu fenomena kejahatan internasional yang cukup menggejala ialah aktifitas terorisme internasional. Aktifitas terorisme sudah menjadi gejala trans-nasional, karena sasaran aktifitas ini tidak memandang batas kenegaraan, serta didukung oleh jaringan internasional untuk melacarkan aktifitasnya.Dengan demikian, terorisme merupakan gejala yang bisa terjadi dimanapun, dari bangsa dan agama apapun.

Dalam perkembangan globalisasi, sesungguhnya ada banyak hal dan kecenderungan baru didunia yang tidak di ketahui. Inilah konsep fallibility, yaitu sebuah konsep tentang kehidupan sosial yang menjelaskan bahwa pengetahuan manusia tentang banyak hal itu sangat terbatas.

Satu hal lagi yang perlu menjadi kesadaran semua bangsa di dunia adalah kerja sama global dalam mengatasi persoalan yang tersisa dari globalisasi. Keterjebakan untuk bersaing dan mengalahkan yang lain dalam kompetisi global tidak akan menyelesaikan persoalan besar yang muncul di masa depan, seperti keterbatasan sumber daya alam, kerusakan lingkungan, konflik antar bangsa, ancaman perang nuklir,dsb. Oleh karena itu kerjasama global menjadi sebuah keniscayaan bagi bangasa yang tinggal di bumi. Persoalan besar dimasa depan tidak bisa diselesaikan fengan persaingan global, tetapi hanya bisa diselesaikan dengan kerjasama global dalam menanggulangi kemiskinan dan kebodohan, mengantisipasi pertumbuhan penduduk, mencegah kerusakan lingkungan, mengatasi kejahatan nasional,dsb.

Dengan demikian, mewujudkan perdamaian dunia menjadi tanggung jawab bersama seluruh komunitas global, baik melalui Negara maupun kelompok masyarakat. Disamping itu, hal yang juga sangat penting dalam upaya antisipasi meredakan konflik global ialah membangun kapasitas kelompok masyarakat melakukan transformasi sosial dalam globalisasi. Nilai-nilai luhur yang ada dalam kelompok masyarakat, terutama kelompok agama, patut di transformasikan kedalam realitas kehidupan di era global, agar menjadi panduan hidup yang bisa mencerahkan kemanusiaan dalam perubahan sosial di era globalisasi.

Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa dalam globalisasi otoritarianisme dan kekerasan kadang kala memiliki daya tarik yang hebat bagi sebagian orang yang sedang bergulat menghadapi dunia yang berubah dan situasi dislokasi kultural. Simbol dan ritual tradisional mereka menjadi kehilangan kekuatan sebagai pembawa makna lingkungan mereka juga semakin jauh dari kehangatan kekerabatan. Dalam situasi yang serba cepat dan kompleks, reaksi semacam itu bisa dimaklumi, apalagi krisis global juga membawa manusia pada titik kritis. Jika fundamentalisme akhirnya berubah menjadi ungkapan kekerasan dan otoritarianisme, maka upaya untuk mengeliminasinya pun harus dimulai dengan kepekaan empati. Disinilah agama harus menyediakan orientasi pencerahan bagi manusia di tengah zaman yang sedang berubah. Usaha ekumenis yang jujur sangat diperlukan dalam proses pemaknaan hidup. Keadaan semacam ini menjadi tantangan bagi agama-agama.

Kitab suci umat islam telah mengisyaratkan secara jelas perlunya hubungan pada level global diantara bangsa dan suku di bumi, sehingga hubungan antar bangsa merupakan sebuah keniscayaan dari kitab suci. Oleh karena itu, nilai-nilai islam yang di isyaratkan secara jelas harus di transformasikan dalam konteks globalisasi yang terjadi pada saat ini agar menjadi pegangan hidup bagi setiap muslim dalam membangun relasi sosial yang di kembangkannya.

Akar kata islam adalah salam yang berarti damai. Hal ini menunjukkan bahwa perdamaian merupakan sebuah doktrin yang sangat penting dalam islam. Dalam sejarah peradaban islam, persentuhan islam dengan kebudayaan lain (yunani) justru menghasilkan peradaban islam yang monumental.

Keadilan adalah merupakan salah satu konsep islam yang paling utama dalam relasi sosial. Keadilan adalah prinsip hidup islami dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Konsep keadilan dalam islam juga sangat dekat dengan konsep wasath, yaitu sikap seimbang dan menengahi dalam semangat moderasi dan toleransi. Kedekatan dengan konsep wasath meniscayakan umat islam untuk aktif berbuat sesuatu untuk menengahi ketidak-adilan internasional dengan sikap moderat dan toleran. Inilah juga yang dimaksud dengan pemberdayaan. Demikianlah transformasi nilai islam dalam konteks globalisasi.

Agama adalah tempat kembali bagi orang-orang modern menemukan martabat dan jati diri kemanusiaan. Dalam agamalah orang bisa menemukan ruang kontemplatif bagi pencerahan manusia. Oleh kerena itu nilai islam tentang kemanusiaan harus di transformasikan untk memberikan pencerahan hidup bagi manusia yang di kekang dan di tindas oleh sistem yang diciptakannya sendiri, agar pribadi modern di era global mampu membebaskan dirinya dari jebakan keduniaan, tanpa harus meninggalkan gelanggang dinamika peradaban dunia.

Doktrin islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah dimuka bumi, oleh karenanya manusia dituntut untuk memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara positif dan aktif, sehingga meninggalkan gelanggang peredaban dunia tidak dibenarkan dalam islam. Sementara dalam dimensi yang lain, doktrin islam juga mengajarkan bahwa umat islam adalah umat yang terbaik, oleh karena itu umat islam harus memberikan keteladanan (uswah hassanah). Seruan pada kebaikan adalah membangun karya-karya kemanusiaan yang agung pada peradaban manusia, ajakan berbuat ma’ruf ialah membangun kebudayaan luhur yang menjunjung tinggi harkat kemanusiaan dan mendekatkan diri kepada tuhan, dan pencegahan perbuatan munkar ialah membebaskan manusia dari kehancuran moralitas kemanusiaan.

0 Response to "TATA DUNIA BARU DALAM GLOBALISASI"

Posting Komentar